Selasa, 17 Maret 2015

BAB 1 : PENDAHULUAN, PENGERTIAN & RUANG LINGKUP AKUNTANSI INTERNASIONAL


Akuntansi Internasional adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya. Akuntansi harus berkembang agar mampu memberikan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan di perusahaan pada setiap perubahan lingkungan bisnis.

Pengertian Akuntansi Internasional menurut Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18). Mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor.Sampai sekarang ini, negara barat masih gencar mempromosikan perlunya harmonisasi standar akuntansi internasional. Tujuan utama upaya tersebut adalah untuk meningkatkan daya banding (comparability) laporan keuangan terutama bagi perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai belahan dunia. Tidak mengherankan jika pihak barat membentuk suatu badan yang dinamakan International Accounting Standard Committee (IASC), yang sekarang berubah namanya menjadi International Accounting Standard Board (IASB). Badan ini bertugas menghasilkan standar akuntansi internasional (international Financial Reporting Standards – IFRS)
.
PROSES AKUNTANSI

1. Pengukuran
Proses mengidentifikasi, mengelompokkan dan menghitung aktivitas ekonomi dan transaksi, memberikan masukan mendalam mengenai profitabilitas dan operasi

2. Pengungkapan
Proses mengkomunikasikan kepada para pengguna

3. Auditing
Proses atestasi terhadap keandalan pengukuran dan komunikasi



Ruang Lingkup Akuntansi Internasional
Ruang lingkup dari Akuntansi Internasional, terdiri dari 2 aspek, diantaranya:
1.     Akuntansi Internasional membahas mengenai gambaran standar akuntansi dan praktek-praktek akuntansi di berbagai negara di dunia serta membandingkan standar dan praktek-praktek akuntansi tersebut pada masing-masing negara yang dibahas.

2.        Transaksi Internasional membahas mengenai pelapran keuangan, penjabaran dan transaksi valuta asing, sistem informasi, penganggaran, sistem penilaian kerja, perpajakan, dan audit internasional. Dalam aspek ini juga termasuk pembahasan akuntansi manajemen untuk bisnis internasional. Jadi dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Internasional merupakan suatu standar sistem informasi Akuntansi Internasional dalam pelaporan keuangan untuk kegiatan-kegiatan bisnis yang melibatkan dua atau lebih negara serta penetapan praktek-praktek Akuntansi diberbagai negara.

Sumber :
http://www.academia.edu/6468602/BAB_I_PENDAHULUAN_AKUNTANSI_INTERNASIONAL
https://aditz19.wordpress.com/2013/03/25/pendahuluan-pengertian-akuntansi-internasional/
http://airdanruanggelap.blogspot.com/2013/04/pengertian-akuntansi-internasional.html

Selasa, 06 Januari 2015

Review Jurnal Akuntansi



Judul                : The Impact of Audit Committee and Shareholder Activism on the
Association between Audit-Firm Tenure and Accounting Conservatism
Pengarang        : Mai Dao, Hassan R. Hassab Elnaby & Amal Said



Abstrak
Objek dari studi ini yaitu yang pertama untuk untuk memeriksa kembali  hubungan antara konservatisme akuntansi dan audit-firm tenure. Kedua, untuk menginvestigasi pengaruh karakteristik audit antara konservatisme akuntansi dan audit-firm tenure. Ketiga, Memeriksa dampak dari aktivitas pemegang saham terhadap konstervatisme akuntansi dan audit-firm tenure. Penelitian ini menggunakan dua cara dalam konservatisme akuntansi yaitu accrual-bassed dan market-based meassures. Dengan menggunakan cara tersebut kita dapat menemukan hubungan negatif antara konservatisme akuntansi dan audit-firm tenure.  Indikasi hasilnya yaitu perusahaan dapat menguruangi efek panjang dari audit firm tenure ketika perusahaan memiliki komite auditor yang berpengalaman dan mempunyai aktivitas lebih bagi pemegang saham.
Masalah
Masalah yang diulas dari penelitian ini yaitu karakteristik audit sudah tidak menjadi suatu hal yang dipertimbangkan antara audit firm tenure dan conservatism accounting sejak menjadi bagian dari Sarbanes-Oxley Act of 2002 (SOX).

Obyek
Beberapa Kantor Audit

Methode
Berdasarakan penelitian sebelumnya mengenai accounting conservatism, audit firm tenure dan Perusahaan Pemerintah (Ahmed & Duellman, 2007; Beaver & Ryan, 2000; Krishnan & Visvanathan, 2008; Ryan, 1995), Maka diputuskan untuk menggunakan metode regresi

ACCCON = α0 + α1* AudTenure + α2* CorGov + α3* (Tenure_CorGov) + α4* DirectorSum
+ α5*DUALITY + α6*FIRMSIZE + α7* SALEGROWTH + α8* LITIGATION
+ α9* LEVARAGE + α10* R_D_ADV + α11* CFO + α12*BIG4 + α13*INSOWN
+ α14* INSIDERSPCTG + ε
Variables are defined as follows:
ACCCON = One of the two accounting conservatism measures (ACCCON_MKT and
ACCCON_ACC);
AudTenure = Audit firm tenure (in years);
CorGov = Audit committee and shareholder activism variables including ACSize,
AC_AgeOver65_Pctg, AC_DirOver3Board_Pctg, and Activism_intensity;
ACSize = Audit committee size, measured as the total number of audit committee
members;
AC_AgeOver65_Pctg = Proportion of audit committee members being at least 65 years old;
AC_DirOver3Board_Pctg = Proportion of audit committee members being on more than 3 other boards;
Activism_intensity = Aggregate number of shareholder proposals disclosed on a firm's proxy
statements during each sample year.
Tenure_CorGov = Interaction term between audit firm tenure and each of audit committee and
shareholder activism variables; (Note 3)
DirectorSum = Number of directors on the board;
DUALITY = 1 if the CEO also serves as the chairperson of the board, and 0 otherwise;
FIRMSIZE = Log of total assets;
SALEGROWTH = Percentage of annual growth in total sales;
LITIGATION = 1 if the firm operates in a high-litigation industry, and 0 otherwise (high
litigation industries are industries with SIC codes of 2833-2836, 3570-3577,
3600-3674, 5200-5961, and 7370-7370);
www.sciedu.ca/afr Accounting and Finance Research Vol. 4, No. 1; 2015
Published by Sciedu Press 118 ISSN 1927-5986 E-ISSN 1927-5994
LEVARAGE = Total long-term liabilities divided by average total assets;
R_D_ADV = Research and development costs plus advertising expenses, scaled by total
assets;
CFO = Cash flow from operations, scaled by total assets;
INSOWN = Percentage of common stock held by institutions;
INSIDERSPCTG = Percentage of common stock owned by inside directors divided by total
common shares outstanding.

Data
Kami mendapatkan data tersebut dari sumber primer yakni Compustat CRSP dan  Thomson  Reuters dan Audit firm tenure data dari Corporate Library and Thomson Reuters databases for the period from 2002-2009. Kemudia data tersebut dikalkulasikan dengan menggunakan auditor code data dari Compusat.

Kesimpulan
Kami menggunakan langkah-langkah berbasis akrual dan berbasis pasar konservatisme akuntansi dalam penelitian.  Pengamatan untuk model berbasis akrual dan 624 observasi perusahaan-tahun untuk model berbasis pasar selama periode dari tahun 2002 sampai 2009. Seperti yang diharapkan, kami menemukan hasil yang konsisten mengenai hubungan antara konservatisme akuntansi
dan kepemilikan audit perusahaan; yaitu, perusahaan dengan auditor pendek bertenor cenderung lebih konservatif dan perusahaan dengan auditor panjang bertenor cenderung kurang konservatif. Kami juga menemukan koefisien positif pada istilah interaksi antara Audit kepemilikan perusahaan dan persentase anggota komite audit yang berusia lebih dari 65 tahun dan tingkat pemegang saham aktivisme. Hasil menunjukkan bahwa perusahaan dapat mengurangi efek dari hubungan yang panjang auditor-klien pada akuntansi.

Tugas 4 : Manajemen Laba



Pengertian Manajemen Laba
Ilmuakuntansi.web.id, Copeland (1968 :10) dalam Utami (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai, “some ability to increase or decrease reported net income at will”. Ini berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajer. Scott (2000) dalam Rahmawati dkk. (2006) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.
  1. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (opportunistic earnings management). 
  2. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient earnings management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Pengertian Manajemen Laba menurut ahli

  1. Pengertian manajemen laba menurut Schipper (1989) dalam Rahmawati dkk. (2006) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).
  2. Pengertian manajemen laba menurut Assih dan Gudono (2000) manajemen laba adalah suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Addopted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan.
  3. Pengertian manajemen laba menurut Fischer dan Rozenzwig (1995) manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.
  4. Pengertian manajemen laba menurut Healy dan Wallen (1999) manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgement dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung pada angka akuntansi.

Sasaran Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang dapat dijadikan sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu :
1. Kebijakan Akuntansi.
Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan  akuntansi lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
2. Pendapatan.
Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.
3.  Biaya.
Menganggap sebagai beban/ biaya atau menganggap sebagai  suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of  investment).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba
Berdasarkan yang dilakukan olehWatts dan Zimmerman (1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba. Faktor-faktor yang diajukan oleh Watt dan Zimmerman adalah:
1. Hipotesis Bonus Plan.
Perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini.
2. Debt To Equity Hypothesis.
Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatakan pendapatan atau laba.
3. Political Cost Hypothesis
Bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan.

Sumber : 
http://pustakabakul.blogspot.com/2013/06/konsep-dan-pengertian-manajemen-laba.html
https://mikoedoankz.wordpress.com/2013/11/14/manajemen-laba/





Rabu, 10 Desember 2014

Audit Sistem Informasi

 Asurance service (Jasa Astestasi)
Pengertian Audit Sistem Informasi
Ron Weber (1999,10) mengemukakan bahwa audit sistem informasi adalah :
” Information systems auditing is the process of collecting and evaluating evidence to determine whether a computer system safeguards assets, maintains data integrity, allows organizational goals to be achieved effectively, and uses resources efficiently”.
“Audit sistem informasi adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti – bukti untuk menentukan apakah sistem komputer dapat mengamankan aset, memelihara integritas data, dapat mendorong pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan menggunakan sumberdaya secara efisien”.
 Tujuan Audit Sistem Informasi
Tujuan Audit Sistem Informasi dapat dikelompokkan ke dalam dua aspek utama dari ketatakelolaan IT, yaitu :
a. Conformance (Kesesuaian) – Pada kelompok tujuan ini audit sistem informasi difokuskan untuk memperoleh kesimpulan atas aspek kesesuaian, yaitu : Confidentiality (Kerahasiaan), Integrity (Integritas), Availability (Ketersediaan) dan Compliance (Kepatuhan).
b. Performance (Kinerja) – Pada kelompok tujuan ini audit sistem informasi difokuskan untuk memperoleh kesimpulan atas aspek kinerja, yaitu : Effectiveness (Efektifitas), Efficiency (Efisiensi), Reliability (Kehandalan).
Tujuan audit sistem informasi menurut Ron Weber tujuan audit yaitu :
1. Mengamankan asset
2. Menjaga integritas data
3. Menjaga efektivitas sistem
4. Mencapai efisiensi sumberdaya.
Keempat tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Mengamankan aset, aset (activa) yang berhubungan dengan instalasi sistem informasi mencakup: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manusia (people), file data, dokumentasi sistem, dan peralatan pendukung lainnya.
Sama halnya dengan aktiva – aktiva yang lain, maka aktiva ini juga perlu dilindungi dengan memasang pengendalian internal. Perangkat keras dapat rusak karena unsur kejahatan atau sebab-sebab lain. Perangkat lunak dan isi file data dapat dicuri. Peralatan pendukung dapat digunakan untuk tujuan yang tidak diotorisasi.
Menjaga integritas data, integritas data merupakan konsep dasar audit sistem informasi. Integritas data berarti data memiliki atribut: kelengkapan, baik dan dipercaya, kemurnian, dan ketelitian. Tanpa menjaga integritas data, organisasi tidak dapat memperlihatkan potret dirinya dengan benar atau kejadian yang ada tidak terungkap seperti apa adanya. Akibatnya, keputusan maupun langkah-langkah penting di organisasi salah sasaran karena tidak didukung dengan data yang benar. Meskipun demikian, perlu juga disadari bahwa menjaga integritas data tidak terlepas dari pengorbanan biaya. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga integritas data, dengan konsekuensi akan ada biaya prosedur pengendalian yang dikeluarkan harus sepadan dengan manfaat yang diharapkan.
Menjaga efektivitas sistem, sistem informasi dikatakan efektif hanya jika sistem tersebut dapat mencapai tujuannya. Untuk menilai efektivitas sistem, perlu upaya untuk mengetahui kebutuhan pengguna sistem tersebut (user). Selanjutnya, untuk menilai apakah sistem menghasilkan laporan atau informasi yang bermanfaat bagi user (misalnya pengambil keputusan), auditor perlu mengetahui karakteristik user berikut proses pengambilan keputusannya. Biasanya audit efektivitas sistem dilakukan setelah suatu sistem berjalan beberapa waktu. Manajemen dapat meminta auditor untuk melakukan post audit guna menentukan sejauh mana sistem telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan memberikan masukan bagi pengambil keputusan apakah kinerja sistem layak dipertahankan; harus ditingkatkan atau perlu dimodifikasi; atau sistem sudah usang, sehingga harus ditinggalkan dan dicari penggantinya
Audit efektivitas sistem dapat juga dilaksanakan pada tahap perencanaan sistem (system design). Hal ini dapat terjadi jika desainer sistem mengalami kesulitan untuk mengetahui kebutuhan user, karena user sulit mengungkapkan atau mendeskripsikan kebutuhannya. Jika sistem bersifat komplek dan besar biaya penerapannya, manajemen dapat mengambil sikap agar sistem dievaluasi terlebih dahulu oleh pihak yang independen untuk mengetahui apakah rancangan sistem sudah sesuai dengan kebutuhan user. Melihat kondisi seperti ini, auditor perlu mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi sistem dengan berfokus pada kebutuhan dan kepentingan manajemen.
Mencapai efisiensi sumberdaya, suatu sistem sebagai fasilitas pemrosesan informasi dikatakan efisien jika ia menggunakan sumberdaya seminimal mungkin untuk menghasilkan output yang dibutuhkan. Pada kenyataannya, sistem informasi menggunakan berbagai sumberdaya, seperti mesin, dan segala perlengkapannya, perangkat lunak, sarana komunikasi dan tenaga kerja yang mengoperasikan sistem tersebut. Sumberdaya seperti ini biasanya sangat terbatas adanya.

Adapun tujuan yang lain adalah :
Untuk memeriksa kecukupan dari pengendalian lingkungan, keamanan fisik, keamanan logical serta keamanan operasi sistem informasi yang dirancang untuk melindungi piranti keras, piranti lunak dan data terhadap akses yang tidak sah, kecelakaan, perubahan yang tidak dikehendaki.
Untuk memastikan bahwa sistem informasi yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan sehingga bisa membantu organisasi untuk mencapai tujuan strategis.
Memperbaiki Kualitas Sistem
Sesuai rumpun standar 1300, Aktivitas Audit Internal harus menerapkan program pemastian kualitas dan peningkatan (QAIP - Quality Assurance and Improvement Program). Secara umum program tersebut dilakukan untuk memastikan beberapa hal pokok, yaitu:
1.      Kesesuaian aktivitas audit internal dengan kode etik, definisi, dan standar audit internal yang berlaku umum
2.      Efisiensi dan efektivitas aktivitas audit internal
3.      Mengidentifikasi peluang-peluang untuk perbaikan dan peningkatan
Mengukur Kinerja
Di dalam standar QAIP tersebut juga diatur bagaimana dan siapa yang melakukan penilaian terhadap Aktivitas Audit Internal. Program tersebut dilakukan melalui review internal dan review eksternal. Review internal dilakukan secara terus menerus sebagai bagian yang terintegrasi dengan proses manajemen Aktivitas Audit Internal. Selain itu review internal juga dilakukan secara berkala, baik oleh personil di dalam Aktivitas Audit Internal sendiri atau personil lainnya di dalam organisasi yang menguasai kerangka profesional praktik audit internal. Sedangkan review eksternal dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh pihak-pihak independen di luar organisasi dengan kompetensi dan prosedur yang diatur oleh kerangka profesional praktik audit internal. Untuk menetapkan ukuran kinerja yang efektif, Kepala Eksekutif Audit harus terlebih dahulu mengidentifikasi aspek-aspek dalam kinerja audit internal yang kritikal. Salah satu cara yang sering digunakan di antaranya adalah kerangka yang diadaptasi dari pemikiran Kaplan dan Norton, Balanced Scorecard, yang menyarankan aspek pengukuran kinerja audit internal ke dalam perspektif:
1.      Inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah audit internal mampu berkelanjutan dan menciptakan value.
2.      Proses Audit Internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa audit internal memiliki keahlian.
3.      Manajemen/Auditee, adaptasi perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimanacustomer memandang audit internal.
4.      Board/Komite Audit, adaptasi dari perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana audit internal memandang stakeholders.
Tes mutu sistem pemeliharaan
            Tes yang dilakukakn:
1.        Tes pemeliharaan sistem dan pengendalian akuisisi
2.        Tes teknik pngendalian virus
Uji keterandalan sistem informasi
Yang diujikan antara lain:
1.      Melakukan pengujian pengendalian. Pengumpulan bukti-bukti yang berfungsi secara efektif dan konsisten.
2.      Mengevaluasi pengujian pengendalian yang diperoleh. Setelah memperoleh hasil-hasil pengujian, auditor dapat mengevaluasi efektifitas operasional dari sistem pengendalian internal.
3.      Menilaian akhir terhadap risiko pengendalian. Berdasarkan evaluasi diatas auditor menilai tingkat risiko pengendalian tertentu untuk tiap-tiap kelompok transaksi yang utama. Tingkat risiko pengendalian akhir memberikan dasar untuk memperkirakan tingkat risiko yang terdeteksi yang akan dating, sifat, waktu, serta luasnya prosedur pengujian substantive
4.      Mengembangkan program audit final. Program audit meliputi prosedur-prosedur khusus yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan audit. Auditor menyatakan sifat dan prosedur pengujian yang menunjukkan luas dan waktu dibutuhkan.

Sumber
http://mayarospita10100.blogspot.com/2012/10/audit-sistem-informasi.html
http://2lucianasi2011.blogspot.com/